Jakarta (ANTARA News) - Ketua Komisi Nasional (Komnas) Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait menilai negara masih mengabaikan hak anak untuk mendapat perlindungan dari bahaya asap rokok.
"Banyak anak yang membutuhkan perlindungan untuk mendapatkan udara segar. Namun negara abai terhadap ini," ungkap Sirait dalam pembukaan Diskusi Publik Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dan Intervensi Industri Rokok, hari ini di Jakarta.
Selama ini, menurut Sirait, pemerintah telah kalah dan takluk terhadap kekuatan industri rokok. Buktinya, pemerintah tak mempunyai regulasi khusus untuk mengendalikan bahaya termbakau, terutama untuk anak-anak.
Menurut dia, terdapat dua faktor dari rokok yang berbahaya baik secara langsung maupun tidak langsung bagi anak. Pertama yakni lingkungan yang tak kondusif akibat para orangtua yang merokok di depan anak mereka.
"Saat ini ada sekitar 89 juta keluarga perokok di Indonesia, bayangkan kalau satu keluarga punya satu anak, maka asumsinya ada 89 juta perokok pasif anak di Indonesia," ungkap Sirait.
Sedangkan faktor kedua yakni iklan yang dapat menjadi penggiring anak-anak menjadi perokok pemula.
"Kawasan tanpa rokok (KTR) perlu ditambah. Tidak cuma di mall, tapi juga di rumah," demikian Sirait.
(Feb)
"Banyak anak yang membutuhkan perlindungan untuk mendapatkan udara segar. Namun negara abai terhadap ini," ungkap Sirait dalam pembukaan Diskusi Publik Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dan Intervensi Industri Rokok, hari ini di Jakarta.
Selama ini, menurut Sirait, pemerintah telah kalah dan takluk terhadap kekuatan industri rokok. Buktinya, pemerintah tak mempunyai regulasi khusus untuk mengendalikan bahaya termbakau, terutama untuk anak-anak.
Menurut dia, terdapat dua faktor dari rokok yang berbahaya baik secara langsung maupun tidak langsung bagi anak. Pertama yakni lingkungan yang tak kondusif akibat para orangtua yang merokok di depan anak mereka.
"Saat ini ada sekitar 89 juta keluarga perokok di Indonesia, bayangkan kalau satu keluarga punya satu anak, maka asumsinya ada 89 juta perokok pasif anak di Indonesia," ungkap Sirait.
Sedangkan faktor kedua yakni iklan yang dapat menjadi penggiring anak-anak menjadi perokok pemula.
"Kawasan tanpa rokok (KTR) perlu ditambah. Tidak cuma di mall, tapi juga di rumah," demikian Sirait.
(Feb)
0 komentar:
Posting Komentar